“Uzair” Dalam Al Quran dan Tradisi Ahli Kitab

Di antara tema populer dalam apologetika adalah informasi mengenai Uzair di dalam Al Quran. Bukan saja kaum Yahudi pada hari ini, orientalis, dan misionaris pada umumnya menolak bahwa orang-orang Yahudi dahulu memiliki keyakinan bahwa Uzair – sebagai Ezra – adalah putra Allah sebagaimana yang Allah kabarkan dalam Al Quran [QS. 9: 30]. Allah berfirman:

“Dan orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair adalah putera Allâh,’ dan orang-orang Nasrani berkata, ‘al-Masîh adalah putera Allâh’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allâh memerangi (melaknat) mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling?

Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allâh dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam. Padahal mereka hanya disuruh beribadah kepada Tuhan Yang Esa. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allâh dari apa yang mereka persekutukan.’” [QS. At-Taubah: 30 – 31]

Tidak jarang kritik Al Quran kepada keyakinan Uzair ini digunakan sebagai klaim bahwa Al Quran telah keliru.

Banyak para mufassirin dan para ulama mengatakan bahwa keyakinan Uzair putra Allah beredar di kalangan komunitas Yahudi di Madinah, sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar al Asqolani.

Sementara Ibnu Hazm mengatakan komunitas Yahudi di Yaman meyakini Uzair sebagai putra Allah. Berangkat dari pandangan Ibnu Hazm ini, maka keyakinan tersebut beredar di Madinah melalui imigrasi Yahudi Yaman, dikarenakan asal-muasal komunitas Yahudi di Madinah di zaman pra kenabian Muhammad shallallahu alaihi wasallam di antaranya datang dari Yaman, termasuk dari era kerajaan Himyar.

Sementara menurut Encyclopaedia Judaica, gelar “putra Allah” itu memang lazim digunakan oleh orang Yahudi bagi orang shalih yang sampai ke maqom “tinggi”.

Orientalis bernama Newby mengatakan bahwa kaum Yahudi Madinah di zaman Nabi meyakini mistisme semisal ini, sebuah metode tafsir yang memang ada di fase-fase awal sekte Kabbalah dalam tradisi Yahudi dan menular ke kaum Nasrani.

Bagi Yahudi di Yaman misalnya, nama Ezra tidak boleh disematkan kepada bayi-bayi, alasannya, nama manusia tidak boleh sama dengan nama tuhan. Sehingga ini dapat menjadi indikasi bahwa Uzair dinaikkan maqomnya dari hamba Allah menjadi putra Allah.

Ironisnya, menurut Louis Ginzberg dalam Legends of the Jews vol.2, kaum Yahudi Yaman justru didoakan keburukan oleh Uzair sendiri bahwa mereka akan ditimpa kemiskinan. Sebabnya adalah karena mereka menolak hijrah ke Yerusalem. Tidak terima dengan “kutukan” itu, kaum Yahudi Yaman pun balas mengutus bahwa Uzair tidak akan menutup usianya di Tanah Suci (Yerusalem). Kedua kutukan ini, menurut legenda Yahudi, telah tepenuhi. Oleh karenanya Yahudi etnis Yaman selalu hidup dalam kemiskinan dan konon Ezra sendiri tidak dimakamkan di Yerusalem.

Sementata itu, sebagian Yahudi di Isfahan juga memiliki keyakinan bahwa Ezra putra Allah, komunitas pecahan Yahudi Babilonia.

Pandangan lainnya meski tidak terlalu populer adalah pengaitan sosok Uzair dengan Metatron. Dalam tradisi Judaisme (khususnya dalam Talmud, ia tidak ada dalam bibel), Metatron adalah malaikat yang diyakini turun ke bumi, penyebab Banjir Besar, yang dahulunya seorang manusia bernama Enoch sebelum diangkat tuhan ke langit menjadi malaikat. Enoch ini sering dikaitkan dengan Idris.

Tidak hanya itu, sebagian orientalis seperti Newby mengatakan Uzair ini dianggap anak tuhan oleh Yahudi Samaritan. Samaritanisme ini merupakan golongan Yahudi yang mengaku Taurat di sisi mereka adalah Taurat asli yang belum dirubah-rubah, tidak seperti Taurat yang ada pada orang Yahudi.

Oleh tradisi Judaisme, Uzair disebut sebagai The Father of Judaism, dan bagi mereka kedudukan Uzair berada setelah Nabi Musa. Alasannya adalah saat Yerusalem hancur oleh Nebuchadnezzar, seluruh salinan Taurat musnah, dan Uzair menyalinnya kembali Taurat itu dengan hafalan.

Ibnu Katsir mengatakan bahw Ibnu Abbas berkata tidak ada yang lebih menghafal Taurat dan lebih mengetahuinya kecuali Uzair. Sementara itu Abdullah bin Salam, seorang rabbi Yahudi yang memeluk Islam dan menjadi sahabat Nabi yang dikabarkan menjadi penghuni Surga, mengatakan bahwa Uzair adalah hamba Allah yang dimatikan selama seratus tahun kemudian Allah bangkitkan kembali. Uzair juga seorang hamba Allah yang mustajab doanya.

Lalu, apakah Ezra dalam literasi Yahudi adalah Uzair yang Allah sebut di dalam Al Qur’an? Jika menelisik tafsiran para ulama terdahulu semisal Ibnu Katsir, Uzair adalah figur biblikal Ezra. Inilah pandangan yang resmi di kalangan peneliti muslim.

Kemudian, muncul juga sebuah pandangan kontemporer mengenai sosok Uzair ini, sebuah pandangan yang mungkin saja hasil dari “tekanan” dan penolakan orang-orang Yahudi pada hari ini bahwa mereka tidak mendapati apa yang Al Quran klaim (Ezra putra Allah).

Seseorang bernama Nabeel Alkhalidy menjelaskan bahwa alternatif lain terkait sosok Uzair yang disembah sebagian Bani Israil adalah Osiris.

Menurut Nabeel Alkhalidy, Firman Allah mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu (yudhohi-uuna qawla alladziina kafaruu min qablu) adalah indikasi bahwa Kaum Yahudi meniru kaum sebelum mereka, yakni Mesir Kuno. Sebagaimana diketahui, sebelum Nabi Musa memimpin Bani Israil keluar dari Mesir, kaum keturunan Nabi Ya’qub tersebut menetap sekian lama dengan menjadi budak para penguasa negeri Mesir.

Menurut Nabeel, Uzair adalah derivasi dari Asar, Ausar, Ausir, Wesir, Usir, dan Usire.

Osiris bagi Mesir Kuno adalah anak dari dewa Geb dan dewi Nut, menunjukkan Osiris itu sendiri seorang putra dewa dan dewi. Selain itu, Osiris juga saudara sekaligus suami dari dewi Isis.

Selanjutnya, korelasi kaum Nasrani dalam Surah Taubah ayat 30 di atas juga disandingkan bersama kaum Yahudi, sebab, kaum Nasrani juga mengatakan pandangan serupa dengan berkata “Al Masih putra Allah”. Sebagaimana konteks Yahudi di Mesir, perkataan kaum Nasrani “Al Masih putra Allah” ini juga terdapat dalam keyakinan orang sebelum kaum Nasrani, yakni perkataan bahwa Zeus anak dewa Cronus dan Rhea. Ini didukung dengan fakta bahwa pengaruh Yunani dan Romawi bagi perkembangan aliran-aliran Kristen begitu kuat.

Sementara itu Ibnu Taimiyah mengatakan dalam Majmu al Fatawa (15/47) bahwa keyakinan ini diyakini hanya segolongan Yahudi, bukan semua umat.

Tidak ketinggalan, Moshe Sharon, seorang sejarawan Yahudi misalnya, berpendapat karena keyakinan “Uzair” tersebut, sebagian Yahudi di Madinah ia golongkan sebagai penganut doktrin mesianik. Hanya saja istilah Yahudi mesianik baru muncul di era 60-70an, yakni doktrin dimana seorang Yahudi mengimani pula bahwa Yesus adalah sang messiah.

Mungkin Moshe Sharon menganggap kaum Yahudi di Madinah adalah golongan Yahudi yang menerima Yesus sebagai messiah sekaligus meyakini Yesus sebagai putra Allah sebagaimana keyakinan sebagian Nasrani.

Kesimpulan

Terlepas tafsiran siapakah sosok Uzair di dalam Al Quran, pertanyaan yang mesti kita tuntaskan adalah bagaimana menjawab klaim Yahudi pada hari ini bahwa dahulu mereka tidak pernah meyakini bahwa Tuhan punya putra?

Maka, tidak semua Yahudi menganut Zionisme (khususnya sebelum Perang Dunia Ke II dan bahkan di era Kekhalifahan Usmaniyah). Begitu pula dengan konteks Uzair; ia tidak mencakup seluruh Yahudi.

Jawaban lugas datang dari Ibnu Hajar al Asqolani yang mengatakan bahwa, Ibn al-‘Arabi berkata dalam Syarah at-Tirmidhi:

“Kaum Yahudi di zaman kita menolak pandangan bahwa Uzair anak Allah, namun ini tidak berarti bahwa pandangan ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karena ia [ayat tersebut] diturunkan di zaman beliau shallallahu alaihi wasallam ketika kaum Yahudi ada di sekeliling beliau di Madinah dan di tempat lainnya, dan tidak ada riwayat yang mengabarkan bahwab mereka – kaum Yahudi – menyangkal atau mengomentari mengenai ayat tersebut. Tampaknya mereka yang meyakini pandangani itu [Uzair putra Allah] adalah sekelompok orang di tengah kaum Yahudi, tidak seluruhnya, berdasarkan fakta bahwa di antara kalangan Nasrani yang mengatakan bahwa Al Masih putra Allah juga sebagian kelompok dari kalangan Nasrani, tidak semua. Maka bisa jadi kelompok yang meyakini Uzair putra Allah pada hari ini telah punah.” (Fathul Baari 3/359).

Wallahu A’lam


Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s