Mungkin benar adanya bahwa usia hanyalah angka. Sebagian lainnya mengatakan usia hanyalah sebatas “mindset”. Namun tatkala pinggang sudah tidak lagi nyaman saat duduk lama di depan komputer, kerutan mulai tampak di wajah, plus di kacamata pun bertambah, ada helai-helai uban yang tumbuh dan yang hitam pun rontok, metabolisme menurun, mulai kesulitan untuk menurunkan berat badan atau untuk sekedar mengingat dimana terakhir meletakkan gawai, maka di saat itu tersadar bahwa akhirnya sampai juga pada masa “paruh baya”. Dapat dimengerti jika dua kata itu membuat tidak nyaman.
Tentu tibanya kita di usia 40 bukanlah melulu tentang penurunan kondisi fisik dan penampilan saja. Saat mencapai usia 40, kematangan adalah sesuatu yang semestinya ada. Orang-orang mulai memandang kita dengan berbeda, sebab, di dalam usia ada pengalaman, dan di dalam pengalaman itu ada respek – with experience comes respect.
Kepercayaan diri saat mencapai usia 40 pun dinilai semakin tinggi. Bahkan sebagian orang memandang justru saat-saat terbaik dalam hidup baru saja dimulai saat mencapai usia 40. Ini karena kita memiliki tiga hal; confidence, wisdom, and experience. Itu mungkin ada benarnya, atau minimal hal itu kondisi idealnya… nyatanya tidak semua mendapatkannya. Selain itu, fase ini bukan saja tentang bagaimana orang lain memandang kita, tapi bagaimana kedudukan kita di sisi Rabb yang ber-istiwa di atas Arsy.
Ada transformasi signfikan yang terjadi; daya tarik kita saat memasuki usia 40 tahun bukan lagi terletak pada penampilan fisik saja, tetapi juga dari kepribadian yang matang. Tidak sedikit konon kesuksesan itu tiba setelah melampaui usia 40 tahun, atau bahkan lebih dari itu. Tetapi sukses di usia 40 tahun namun merana di alam kubur justru ridiculous.
Terlepas perubahan drastis dari aspek fisik dan kepribadian, usia 40 adalah tanda bahwa seseorang itu telah diberi kesempatan hidup oleh Allah yang tidak semua orang mendapatkannya. Di lain sisi, kehidupan Akhirat pun seakan telah “membuka gerbangnya” untuk kita. Lalu, bagaimanakah kita meletakkan usia 40 tahun ini menurut para ulama terdahulu?
Di usia 40 tahun, seseorang telah memasuki fase krusial dalam hidup, sebuah akhir dari usia muda dan memasuki usia tua yang akan menentukan kehidupan selanjutnya, termasuk di kehidupan setelah mati. Usia 40 tahun adalah transisi.
Imam Syaukani berkata bahwa para ulama tafsir mengatakan, para Nabi tidaklah diutus melainkan ketika usianya mencapai 40 tahun. Pada usia itulah seseorang telah sampai pada puncak intelektualnya, kedewasaan budi pekerti, kelembutan, dan ketenangan bersikap. Al Khalil bin Ahmad konon berkata, “Manusia yang paling sempurna akal dan pikirannya adalah apabila telah mencapai usia 40 tahun.”
Secara umum, apa yang berjalan pada diri seseorang saat memasuki usia 40 tahun merupakan keadaan yang tidak akan berubah sampai ajal tiba. Usia 40 tahun adalah milestone; jika seseorang berada pada satu watak dan kebiasaan tertentu, maka keadaan seperti itulah yang akan mendominasi di sisa usianya, dan juga bagian dari indikasi yang menentukan nasibnya di Akhirat kelak.
Oleh karenanya, Ibrahim al-Nakhai berkata bahwa para salaf memandang jika seseorang telah mencapai usia 40 tahun dan berada pada suatu perangai tertentu, maka ia tidak akan pernah berubah hingga datang kematiannya.”
Oleh sebab itu para ulama menganjurkan bagi mereka yang telah Allah berikan usia hingga 40 tahun untuk membaca doa dari Al Quran, “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15).
Usia 40 tahun Allah sebutkan sebelum redaksi doa di atas; menandakan bahwa di usia 40 tahun, seseorang hendaknya melihat kembali usia muda yang telah Allah berikan kepadanya untuk disyukuri, dan untuk meningkatkan bakti kepada orangtua sebagai perwujudan terima kasih.
Imam Qurthubi berkata, “Jika seseorang sudah mencapai usia 40 tahun, maka sesungguhnya telah tiba baginya untuk mengetahui nikmat Allah Ta’ala yang ada padanya dan kepada kedua orang tuanya, kemudian mensyukurinya.”
Di usia 40 tahun itulah saatnya seseorang lebih dekat dengan taubat dan istighfar, dengan tilawah Al Quran, dengan majlis ilmu, dan memperbaiki ibadah yang wajib, dan semampunya menambah dengan yang sunnah. Dengan begitu, semoga Allah melimpahkan kesehatan, rizki yang lapang, serta keberkahan sisa usia sebelum menyongsong Hari Akhirat kelak.
“Saat usia duapuluhan, keinginan mendominasi; saat usia tigapuluhan, kecerdasan akal mendominasi; saat usia empatpuluhan, pertimbangan mendominsi,” ujar Benjamin Franklin.
Apa yang dikatakan oleh Benjamin Franklin mungkin ada elemen kebenaran di dalamnya. Kita tidak akan hidup selamanya, itu pasti, namun usia 40 tahun bukan juga akhir segalanya. Usia 40 adalah awal sekaligus akhir; awal untuk menikmati kematangan berpikir dan dengannya mulai menggiatkan amalan shalih, dan di saat yang sama ia adalah akhir dari masa muda yang bergejolak, eksplosif, lalai, dan banyak melakukan kesia-siaan.
Usia 40 tahun adalah saat seseorang harus menyadari ke mana ia akan pergi. Tahun-tahun yang telah dilewati kemungkinan besar lebih banyak dari tahun-tahun tersisa yang akan dijalani. Maka, Akhirat harus menjadi prioritas, meski sejatinya Akhirat selalu menjadi prioritas di usia berapa pun seseorang itu berada.
Ini tidak mesti berarti kita duduk di rumah atau di masjid dalam menyongsong transisi 40 tahun, namun menggiatkan ibadah dalam segala dimensinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di usia 40 tahun, usia yang oleh para banyak ulama sebut usia turunnya wahyu, beliau baru memasuki masa-masa emas dan kejayaan dalam arti sebaik-baiknya, termasuk dalam medan pertempuran.
Wallahu A’lam.
Foto: Fransesco Canet Photography