Mesir Kuno Dalam Al Qur’an (1): Al ‘Azeez

Bismillah. Allahumma Shalli ‘alaa Muhammad.

Menggugat Al ‘Azeez

Setelah lebih dari 14 abad sejak ayat terakhir diturunkan, kebenaran Al Qur’an tetap teruji, tidak semakin samar dan terbentur kontradiksi. Al Qur’an sejak diturunkannya hingga Anda membaca tulisan ini, belum ada satu pun yang berhasil membuktikan adanya kesalahan d dalamnya, justru sebaliknya, ia membuka horison baru bagi manusia di setiap zaman, termasuk dari aspek sejarah. Namun gugatan terhadap Al Quran tidak pernah berhenti. Salah satu pintu masuk bagi pencari celah kekeliruan Al Qur’an adalah surah Yusuf, lebih spesifik lagi melalui tokoh yang disebut Al -Aziz.

Robert Morey dalam bukunya Islamic Invasion dalam bab berjudul Mistakes about Joseph menulis: The Qur’an makes the mistake of saying that the man who bought Joseph, Jacob’s son, was named Aziz (Sura 12:21ff) when his name was really Potiphar (Genesis 37:36). [Al Quran membuat kesalahan tatkala menyebut nama orang yang membeli Yusuf, putra Ya’qub, adalah Aziz ketika nama sebenarnya adalah Potiphar (Kejadian 37:36).]

Ayat yang dimaksud oleh Morey adalah Al Qur’an surah Yusuf: 30:

وَقَالَ نِسْوَةٌ فِى ٱلْمَدِينَةِ ٱمْرَأَتُ ٱلْعَزِيزِ تُرَٰوِدُ فَتَىٰهَا عَن نَّفْسِهِۦ ۖ قَدْ شَغَفَهَا حُبًّا ۖ إِنَّا لَنَرَىٰهَا فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ

“Dan wanita-wanita di kota berkata: “Isteri Al ‘Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata”.

            Satu ayat lainnya yang menyebutkan Al ‘Aziz juga terdapat dalam surah Yusuf 51:

قَالَ مَا خَطْبُكُنَّ إِذْ رَٰوَدتُّنَّ يُوسُفَ عَن نَّفْسِهِۦ ۚ قُلْنَ حَٰشَ لِلَّهِ مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ مِن سُوٓءٍ ۚ قَالَتِ ٱمْرَأَتُ ٱلْعَزِيزِ ٱلْـَٰٔنَ حَصْحَصَ ٱلْحَقُّ أَنَا۠ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفْسِهِۦ وَإِنَّهُۥ لَمِنَ ٱلصَّٰدِقِينَ

“Raja berkata (kepada wanita-wanita itu): “Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadamu)?” Mereka berkata: “Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan dari padanya”. Berkata isteri ‘Al Aziz: “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar”.

Sejatinya, penyebutan “Aziz” saja tanpa “al”, sebagaimana dikutip Morey dalam bukunya Islamic Invasion, tidaklah tepat. Sebab, dalam kedua ayat di surah Yusuf tersebut nama yang digunakan adalah Al ‘Aziz (ٱلْعَزِيز). Implikasi hilangnya huruf alif lam tidaklah ringan. Jika disebut ‘Aziz saja maka ia bersifat umum, dan setiap orang bernama Aziz bisa jadi masuk ke dalamnya. Namun jika disebut Al ‘Aziz, ia menunjukkan kekhususan makna dan identitas kata benda tersebut. Maka Al ‘Aziz berarti sosok “Aziz” yang telah disepakati dan dimaklumi identitas khususnya.

Sebagaimana dalam bahasa Inggris, bahasa keseharian Robert Morey, artikel (berupa imbuhan) the menunjukkan identitas suatu objek yang telah diketahui. Sebaliknya, artikel a menunjukkan keumumannya. Seperti misalnya, the book (al kitab) dengan a book (kitabun). Luputnya Morey dalam kaidah tata bahasa sangat disayangkan, sebab, dalam terjemahan Al Qur’an berbahasa Inggris sekalipun, tokoh Al ‘Aziz diterjemahkan dengan The ‘Aziz. Sementara itu dalam terjemahan Al Qur’an bahasa Inggris versi Shahih International, kata Al ‘Aziz tidak diterjemahkan; ia dicantumkan apa adanya (Al ‘Azeez), baik itu di surah Yusuf ayat 30 maupun ayat 51.

Menurut Morey, seharusnya tokoh tersebut bernama Potiphar atau Potifar dalam terjemahan bahasa Indonesia. Dasar dari klaim Morey adalah Perjanjian Lama dimana Potifar disebut sebanyak tiga kali yakni dalam Kejadian 37:36, 39:1, 39:17. Menurut ahli kitab, Potifar merupakan seorang pegawai istana Fir’aun atau seorang kepala pengawal raja berdasarkan Kitab Kejadian 37:36: Adapun Yusuf, ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir, kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja. Klaim Morey bahwa Al Quran telah keliru dengan “Aziz”-nya sementara Perjanjian Lama lebih benar dengan “Potifar”-nya dapat diurai dari tiga sisi.

Pertama, Morey terperosok ke dalam kekeliruan berlogika (logical fallacy), sebab, argumen yang dikemukakan adalah pendekatan satu dimensi: “Karena di bibel disebut A, sementara dalam Al Qur’an disebut B, maka bibel benar dan Al Qur’an salah, sebab bibel pasti benar”. Morey tidak mendukung klaim ini dengan argumen dan bukti-bukti yang kuat.

Kedua, sejatinya jawaban dari gugatan Morey telah ada di dalam Al Qur’an itu sendiri. Ketika Nabi Yusuf diangkat menjadi pembesar kerajaan Mesir, yakni setelah beliau dibebaskan dari penjara, Nabi Yusuf alaihissalam dipanggil dengan nama Al ‘Aziz. Ini menunjukkan bahwa ketika menjadi pembesar di Mesir, ia memiliki nama yang sama dengan seorang pembesar yang juga bernama Al ‘Aziz yang telah muncul sebelumnya, yakni seorang pembesar yang istrinya mencoba untuk membujuk paksa Nabi Yusuf untuk melakukan perzinaan. Lantas, bagaimana mungkin ada dua Al ‘Aziz?

Jawabannya, Al ‘Aziz merupakan gelar, bukan nama. Inilah mengapa di dalam Al Qur’an ia menggunakan alif lam. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surah Yusuf ayat 88:

            فَلَمَّا دَخَلُوا۟ عَلَيْهِ قَالُوا۟ يَٰٓأَيُّهَا ٱلْعَزِيزُ مَسَّنَا وَأَهْلَنَا ٱلضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَٰعَةٍ مُّزْجَىٰةٍ فَأَوْفِ لَنَا ٱلْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَآ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَجْزِى ٱلْمُتَصَدِّقِينَ

“Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: “Hai Al ‘Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah”.

Ketiga, subjek yang menyeru dalam ayat di atas adalah para saudara Nabi Yusuf saat mereka belum menyadari bahwa pembesar Mesir yang mereka seru itu adalah saudara mereka, Yusuf. Sehingga, sebutan Al ‘Aziz bagi Nabi Yusuf menunjukkan bahwa beliau pada saat itu menjabat posisi tinggi yang mengurus perbehendaraan kerajaan, sebuah posisi tertinggi dalam administrasi kerajaan Mesir. Selain itu, Imam Ibnu Katsir, Imam Al Qurthubi, dan Imam At Thabari semua mengisyaratkan Al Aziz adalah sebuah gelar, bukan nama.

Morey tampaknya melewatkan salah satu prinsip penting dalam menafsirkan Al Qur’an, yakni al-Qur’an yufassiru baʿduhu baʿdan, atau dalam kata lain; menafsirkan Al Qur’an dengan menggunakan Al Qur’an itu sendiri selain dari menafsirkan dengan Assunnah, kemudian dengan menggunakan riwayat sahabat radhiallahu ‘anhum, dan terakhir menafsirkan dengan perkataan para tabi’in senior (Mabahits fii Ulumil Qur’an: 1/358).

Insya Allah, dalam artikel selanjutnya, kita akan menelusuri klaim Morey lainnya terkait Al Qur’an dan kisah Nabi Yusuf.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s